Senin, 08 Desember 2014



MAKALAH KELOMPOK 2 ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
“EMFISEMA”
Description: pembina
DISUSUN OLEH:
TORIPA ABIDAH                                       (13.1415)

DOSEN:
RADEN SURAHMAT, S.Kep,.Ns

AKADEMI KEPERAWATAN PEMBINA PALEMBANG
TAHUN 2014








           

BAB I
KONSEP PENYAKIT
1.1  Definisi Emfisema

BAB I
KONSEP PENYAKIT
1.2  Definisi Emfisema

Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The American Thorack society:
1.                    Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).
2.                    Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253).
3.                    Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).
4.                    Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The American Thorack society 1962).
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan, maka itu “bukan termasuk emfisema”. Namun, keadaan tersebut hanya sebagai ‘overinflation’.
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling umum adalah merokok.
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini.

1.3  Anatomi Fisiologi Emfisema
1.2.1 Anatomi
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-HB_RC5NFNm0kJub7fUw8mUrVa5vpgKaq0tRc6U9eD5lG4DlRK17AWuUoG6GhBYUE8XZzkTF2doB8fWjmQ7nXEC7fHeiK_nLNokQ3zgESq4LhGVJDdlCJ_pS8qkV2wC5OSEx8jsalJR0/s400/EMFISEMA+PARU.jpg

Sumber : http://www.soft-ko.co.cc/2010/10/emfisema_06.html
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis. Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir melewati katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing mengalir keparu kanan dan kiri. Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-kali menjadi erteriol dan kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan pernapasan, melalui sebuah alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis yang besar.
Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel.


1.2.2.  Fisiologi
Luas permukaan paru-paru yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membran tipis dari sistem sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya benda asing (debu) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Tetapi, saluran respirasi bagian bawah dalam keadaan normal adalah steril. Terdapat beberapa mekanisme pertahanan yang mempertahankan sterilitas ini. Kita telah mengetahui refleks menelan atau refleks muntah yang me    ncegah masuknya makanan atau cairan ke dalam trakea, juga kerja eskalator mukosiliaris yang menjebak debu dan bakteri kemudian memindahkannya ke kerongkongan.
Selanjutnya, lapisan mukus yang mengandung faktor-faktor yang mungkin efektif sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin (terutama IIgA), PMNs, interferon, dan antibodi spesifik. Refleks batuk merupakan suatu mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan. Makrofag alveolar merupakan pertahanan yang paling akhir dan paling penting terhadap invasi bakteri ke dalam paru-paru. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dengan ciri-ciri khas dapat bermigrasi dan mempunyai sifat enzimatik, Sel ini bergerak bebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda atau bakteri. Sesudah meliputi partikel mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam makrofag akan membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi peradangan yang nyata.
Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium.
1.               Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru.
2.               Stadium ke dua, transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
a.       Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan selsel jaringan;
b.      Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannVa dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus; dan
c.       Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.
3.               Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi.  respirasi ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.

1.4  Etiologi Emfisema

1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.



1.5  Manifestasi Klinis Emfisema
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun.Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia . gejala lain juga timbul yaitu sebagai berikut :
 Dispnea
·         Pada inspeksi : bentuk dada “ burrel chest”
·         Pernafasan dada , pernafasan abnormal tidak efektif , dan penggunaan otot – otot   aksesori pernafasan (sternokleidomastoid )
·         Pada perkusi : hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru .
·         Pada aukultasi : terdengar bunyi  nafas dengan krekels , ronkhi ,dan perpanjangan ekspirasi
·         Anoreksia , penurunan berat badan , dan kelemahan umum
    Distensi vena leher selama ekspirasi.

1.6  Patofisiologi/ Pathway Emfisema

1.5.1 Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. (Brasher,L valentina.2007)
Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebsdan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.
 Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru.
Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas.
Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.
 Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

      1.5.2  Pathway
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzs2KqYaY5R8EGv2pgeNB2lAMUcFy3cORJSgGWyn5KSPbN-19VoK7ximdfyi7N0ETqNDiSBPSCojJJUDBAXripMo4D70j7t2z_fk7Hm_bTFoeW4bKUMgO7TzSZ7Y59gfnxBOYLAijkA3Y/s1600/Untitled-1.jpg
 1.6 Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Emfisema
   Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma). (Patel,Pradip.2006)
  Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
  TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema.
  Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
  Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
  FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma.
  GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis
h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
  JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
  Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
  Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi
  EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).
  EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan. (Djojodibroto,R Darmanto.2009)

1.7 Komplikasi
1.   Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2.   Daya tahan tubuh kurang sempurna
3.   Tingkat kerusakan paru semakin parah
4.   Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5.   Pneumonia
6.   Atelaktasis
7.   Pneumothoraks
8.   Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
















BAB  2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
2.1.1      Aktivitas/Istirahat
Pengajian merupakan tahap awal dan landaan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan diagnosis keperawatan (lismidar,2007).
Gejala :
·Keletihan, kelelahan, malaise
·Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit   bernapas
·Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
·Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
· Keletihan, gelisah, insomnia
·Kelemahan umum/kehilangan massa otot
     2.1.2     Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
·          Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher
·          Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
·          Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada
·          Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis
·          Pucat dapat menunjukkan anemia

2.1.3.      Makanan/Cairan
Gejala :
-          Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
-          Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
-          Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan  menunjukkan edema (bronkitis)
Tanda :
·Turgor kulit buruk, edema dependen
·Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
·Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)
2.1.4.      Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : Kebersihan, buruk, bau badan
2.1.5.      Pernafasan
Gejala :
·Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan,
·Ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
·“Lapar udara” kronis
·Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)
·Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema)
·Riwayat pneumonia berulang: pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)
·Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)
·Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda :
·Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan
·Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal
·Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.
·Perkusi: hiperesonan pada area paru
·Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.
2.1.6.      Keamanan
Gejala :
·Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan
·Adanya/berulangnya infeksi
·Kemerahan/berkeringat (asma)
2.1.7.      Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
2.1.8.      Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidakmampuan membaik/penyakit lama
Tanda :
·Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan
·Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu.
2.1.9.      Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.




2.2  Diagnosa keperawatan
·Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
·Pola pernapasan tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek, lendir, bronkokonstriksi, dan iritan jalan napas.
·Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
·Intoleran aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan tidak efektif.
·Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
·Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di rumah.

2.3  Entervensi dan Evaluasi













DAFTAR PUSTAKA
Kus Irianto.2004.216. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001

Mills,John& Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru.Jakarta : EGC

Perhimpunan Dokter Sepesialis Penyakit Dalam Indonesia. Editor Kepela :
Prof.Dr.H.Slamet Suryono Spd,KE

lismidar,2007. Pedoman Diagnosis dan Terapi.Surabaya : RSUD Dr.Soetomo

Nurhayati.2014.(online). http://ksupointer.com/2014/emfisema-bisa- pada tanggal 19 November 2010

Robbins.1994.253.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.EGC

Brasher,L valentina.2007.Aplikasi klinis patofisiologi.Jakarta.EGC

Djojodibroto,R Darmanto.2009.Respirologi (Respiratory Madicine).Jakarta.EGC
Patel,Pradip.2006.Radiologi.Jakarta.Erlangga

Corwin.2000.435.Askep dgn Gangguan sistem nafas.jakarta.salemba medika

timbulkan-kematian. diakses pada tanggal 25 September 2014

Flyfreeforhelp.2014.(online). http://lifestyle.okezone.com/read/2014/09/25/27/306051/search.html. diakses pada tanggal 24 september 2014

……,2014.(online).http://www.soft-ko.co.cc/2014/09/emfisema_06.html. diakses